JAKARTA- Prof.Dr. KH. Ma’ruf Amin sebagai Rais Aam menyampaikan pengunduran diri sebagai pemimpin tertinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam rapat pleno di Gedung PBNU, Sabtu (22/9). Menurut peraturan Anggaran Rumah Tangga Bab XVI pasal 51 ayat (6) tentang jabatan dan peraturan lainnya.
KMA sempat berkaca-kaca saat membacakan surat pengunduran diri. Suasana haru dan do’a peserta rapat pleno memenuhi ruang setelah Kyai Ma’ruf Amin (KMA) mohon izin pamit kepada pengurus harian tanfidziyah dan syuriyah PBNU untuk meneruskan perjuangan bersama Ir.H. Joko Widodo.
Dalam suratnya Beliau menyampaikan tugas sebagai Rais Aam merupakan amanah yang amat mulia bagi kader Nahdlatul Ulama, tak terkecuali dirinya. Namun disisi lain, ada situasi yang sebagai kader NU tidak bisa menghindar. Panggilan Bangsa dan Negara untuk memberikan pengabdian terbaik dengan dicalonkan sebagai wakil presiden.
“Sebelum menerima panggilan tersebut saya minta arahan dan saran dari banyak masyayikh dan kiai. Semua menyarankan menerima panggilan tersebut karena merupakan kesempatan terbaik membawa manhajul fikri dan manhajul harakah NU ke ranah yang lebih luas yaitu ranah berbangsa dan bernegara,” tutur Kyai Ma’ruf Amin didepan rapat pleno PBNU.
Kyai Ma’ruf memahami konsekuensi dan patuh terhadap peraturan organisasi dengan mengundurkan diri sebagai Rais Aam PBNU per Sabtu (22/9) pukul 15.00 WIB. “Saya perlu sampaikan bahwa dimanapun dan kapanpun saya adalah kader Nahdlatul Ulama, pilihan saya ini merupakan jalur perjuangan baru untuk kemaslahatan yang lebih luas,” tegas ulama asal Banten ini.
Forum rapat pleno langsung menerima dan memutuskan dalam berita acara PBNU memberikan tempat bagi Kyai Ma’ruf sebagai Mustasyar PBNU 2018-2020. Rapat pleno dilanjutkan dengan pembacaan laporan progres kegiatan Banom dan lembaga.