JAKARTA- Terminologi ulama akhir ini kembali ramai diperbincangkan setelah politisi mengumbarnya untuk kepentingan politik. Hal itu mendapat perhatian PBNU karena ada kriteria yang harus dipenuhi.
“Penguasaan ilmu agama, konsisten, kredibel dan panutan adalah kata kuncinya. Karena tidak semua orang yang menguasai ilmu agama layak disebut ‘alim atau ulama. Snouck Hurgronje, seorang orientalis Belanda dan ahli politik imperialis dikenal sebagai orang yang belajar dan menguasai Al-Qu’ran,” kata Ketua PBNU H. Robikin Emhas dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (19/9).
Bahkan, lanjutnya Snouck mempelajari Al-Qur’an untuk maksud dan tujuan yang berbeda sehingga tidak menunjukkan adanya konsistensi pada dirinya. Untuk itu tak ada masyarakat menjadikannya sebagai panutan.
“Hal lain yang tak kalah panting, predikat ‘alim atau ulama dalam sejarahnya tidak lahir dari rekayasa sosial, apalagi dimaksudkan demi kepentingan duniawi berupa pencitraan politik misalnya. Sebab predikat ‘alim atau ulama secara alamiah lahir dari rahim sosial bukan dilahirkan atas dasar kesepatakan bersama dalam suatu forum permusyawaratan,” tegasnya.