KEDIRI- Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj mengaji kitab al Hikam karya Syeikh Ibnu Athoillah almamaternya di di Masjid Agung, Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Pengasuh Ponpes Lirboyo KH. Anwar Mansur memimpin langsung pengajian kitab al Hikam didepan alumni dan santri.
‘Ibnu Al-Mubarak berkata: “Seseorang selalu menjadi alim selama dia mencari ilmu. Jika ia menyangka dirinya alim, maka sungguh ia bodoh” (Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin)’
Dalam kesempatan tersebut Kiai Said diberikan kesempatan untuk memberikan pemaparan al Hikam. Hakikat adalah pondasi, syariat adalah genteng, tembok adalah akhlaqul karimah.
“Orang berakhlaq baik belum tentu bertasawuf. Kencang ibadah belum tentu hatinya bertasawuf. Tasawuf adalah ilmu hati, kondisinya dan makamnya/kedudukan di depan Allah dekat apa jauh,” tutur Kiai Said.
Kiai asal Cirebon ini menjelaskan hati terbagi menjadi empat, dan yang terluar adalah:
1. Bashirah, mana baik mana buruk, diteruskan.
2. Dhamir, moral, akan mengeluarkan dua kata: Kerjakan atau tidak. Dan ini terbagi menjadi tiga:
a. Moral Ijtima’i/lingkungan, misal: Kalau di depan santri kenceng, kalau tidak ya tidak.
b. Moral Qanuni/legal formal, misal: Saya mau kerja kalau ada gajinya dll.
c. Moral Diniy/agama, seperti Kanjeng Nabi Muhammad SAW., baik ada uang atau tidak, ada amplop atau tidak tetep pidato.
Cara mengetahui dhamir ini baik atau buruk “istafti qolbak”, tenang baik.
3. Fuad/hakim, tidak pernah bohong, hati murni, walaupun ngomong tidak mencuri tapi hati tetap tidak bisa bohong. Dan kelak yang ditanyai di akhirat adalah fuad. Kalau pertama diingkari, fuad lama-kelamaan akan lemah bersuara dan akan lantang pada kelak hari kiamat.
4. Lathifah/shoftware, bisa mengakses lauhil mahfudz kalau diizini Allah, makanya Syaikh Athaillah dawuh, “Gusti Allah tidak mahjub/terhalang-halangi. Tapi sampeyan yang terhalang-halangi”. Seperti surat teguran Sayyidina Umar ke Sungai Nil.
Orang pertama yang mendefinisikan Tasawuf adalah Syaikh Ma’ruf al-Karkhi, “Mencari kebenaran dan berpaling dari kepalsuan”. Diteruskan Syaikh Dzun Nun, “Sufi adalah orang yang mendahulukan Allah mengalahkan yang lain”.
Lalu, Syaikh Abu Yazid al-Basthami, “Sifat Allah dipakaikan ke panjenengan, itu baru sufi”. Puncak sufi adalah Imam Junaid, “Sufi adalah orang yg tidak pernah ketinggalan zaman (Ibnu Zamanihi), warnanya seperti air, ditempatkan di mana saja tetap mengikuti tempatnya”. Artinya orang sufi adalah orang yang mampu mengikuti semua zaman.
Kitab Al Hikam ditulis oleh Syekh Ahmad ibnu Muhammad ibnu ‘Atha’illah Al Iskandary (648 – 707 H).