JAKARTA- PBNU menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia di usia 71 tahun sejak diproklamasikan pada 1945. Nahdlatul Ulama memberikan titik tekan pada nasionalisme.
“Berpindah kewarganegaraan adalah ujung akhir dari kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Olah karenanya, sebagai wujud serta ejawantah dari semangat nasionalisme dan loyalitas kepada Negara, setiap pejabat negara harus berkewarganegaraan Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum PBNU Prof. Dr. Maksum Mahfoedz saat konferensi pers pesan kemerdekaan di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (17/8).
Maksum menjelaskan momentum 71 tahun kemerdekaan ini dikejutkan dengan sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan. Peristiwa penunjukan seorang menteri berkewarganegaraan asing yang sangat menggangu stabilitas politik dan semangat nasionalisme.
“Jangan impor lah kalau menteri, nanti Presidennya juga impor. Perlu diingat semangat nasionalisme itulah yang dari dahulu dibangun oleh founding fathers NKRI seperti Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. M Hasyim Asyari, dan A. Wahid Hasyim,” jelas Guru Besar UGM Yogyakarta ini.
Selain itu, pemerataan kesejahteraan juga menjadi pesan NU. Pada Desember 2015, World Bank melaporkan bahwa 1% orang terkaya Indonesia menguasai sekitar 50,4% aset dan 10% orang terkaya Indonesia menguasai 70,3% total kekayaan di Indonesia. “Artinya, pembangunan belum merata dan belum menyentuh rakyat miskin dan kaum papa,” imbuhnya.
Ia melanjutkan dalam konteks global, sudah saatnya umat Islam Indonesia memberikan contoh kepada dunia bahwa Islam di Indonesia tidak mempertentangkan antara agama dan nasionalisme. Indonesia patut dijadikan sebagai kiblat beragama atau teladan dalam kehidupan beragama dan bernegara. Oleh karena itu nasionalisme harus tetap kita jaga.
“Man laisa lahu ardl, laisa lahu tarikh. Wa man laisa lahu tarikh, laisa lahu dzakiroh. Barang siapa tidak punya tanah air, tidak akan punya sejarah. Barang siapa tidak punya sejarah tidak akan dikenang,” tukasnya.