JAKARTA- Gerakan anti mazhab semakin meluas terutama di media sosial. Indoktrinasi kelompok tertentu mudah ditemukan di media sosial. Hal itu membuat Rais syuriah PCI NU Australia-New Zealand Nadirsyah Hosen angkat bicara.
Nadirsyah mengatakan gerakan anti mazhab yang secara tidak langsung menuduh para imam mahzab, penulis kitab tafsir dan syarh hadis tidak berpegang pada al Quran dan Hadis merupakan kejahiliyahan abad modern. Menurutnya ahli fiqh justru berpegang kukuh pada Qur’an dan Hadis.
“Semua pendapat dalam fiqh merupakan hasil pemahaman mereka terhadap Qur’an dan Hadis. Karena itu umat harus paham keduanya sebelum belajar fiqh,” tulis kata Nadirsyah di media sosialnya menjawab gerakan anti mazhab, Kamis (4/5).
Ia bercerita pernah menanyakan ayahandanya yang lulusan Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo, Mesir. Menurutnya buat ahli fiqh, mereka tidak perlu kembali kepada al-Qur’an dan Hadis karena mereka memang tidak pernah meninggalkan keduanya.
“Belajar fiqh itu tidak hanya menghafal halal-haram berdasarkan opini mazhab, tapi juga belajar bagaimana menggali hukum dari kedua kitab suci itu. Maka para ulama mengeluarkan seperangkat kaidah sebagai alat bantu untuk ber-istinbath. Inilah yang disebut Ushul al-Fiqh,” jelasnya.
Bagaimana dengan perbedaan pendapat dikalangan ulama? Ia mengatakan perbedaan pendapat dalam fiqh itu hal biasa. Para ulama, ia menambahkan berbeda pendapat justru karena ayat dan hadis membuka peluang terjadinya keragaman. Menurutnya diskusi di kalangan ulama itu juga biasa saja dan ini wajar-wajar saja.
“Yang tidak wajar itu mencaci maki ulama tanpa argumentasi apapun dan menuduh mereka sesat telah keluar dari al-Qur’an dan Hadis. Masak mengatakan ulama ngawur hanya dengan modal copas terjemahan ayat dan hadis,” tegas Nadirsyah.
Nadirsyah mengajak kepada pendukung anti mazhab untuk membuka kitab fiqh yang ditulis para imam mazhab, dimana ia memastikan akan menemui penuh kutipan al-Qur’an dan Hadis. “Anda periksa argumentasi mereka, maka akan anda temukan bagaimana mereka mengajukan pendapat berdasarkan wajah istidlal dari Nash al-Qur’an dan Hadis,” katanya.
Ia menjelaskan ketika ulama fiqh melakukan tarjih (memilih pendapat yang paling kuat) mereka juga memeriksa semua dalil yang adat tidak seenaknya saja mengeluarkan pendapat. “Jadi kalau ada yang bilang ulama gak punya dalil dari al-Qur’an dan Hadis atau kitab fiqh tidak berdasarkan Qur’an dan Hadis, saya pastikan orang yang bilang begitu itu masuk kategori jahil murakkab (tidak tahu kalau dirinya itu tidak tahu apa-apa),” pungkasnya.