JAKARTA- Ketua PBNU Bidang Hukum dan HAM, Robikin Emhas mengatakan PBNU mendukung pemerintah untuk melakukan revisi Undang-undang Terorisme asal untuk upaya untuk mengefektifkan langkah pencegahan dan penindakan terhadap aksi terorisme.
Menurutnya menjaga keselamatan jiwa bukan saja merupakan amanat konstitusi atas warga negara, tetapi sekaligus merupakan maqasit syariah.
“PBNU mendukung revisi UU Terorisme untuk keefektifan pencegahan dan penindakan aksi terorisme. Hal itu sesuai dengan kaidah usul fiqih, “Suatu maksud tidak sah kecuali jika mengantarkan pada pemenuhan kemaslahatan atau menghindari kemudaratan,”kata Cak Bikin dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (22/01).
Sebagaimana dimaklumi, lanjutnya UU Terorisme yang ada sekarang masih belum dapat menjangkau berbagai tindakan yang jelas-jelas mengarah dan merupakan fase terwujudnya aksi terorisme. Misalnya, ia menambahkan WNI yang ikut pelatihan perang di luar negeri oleh kelompok terduga terorisme. “Bahkan WNI yang teridentifikasi bergabung dengan ISIS dan melakukan aksi teror di luar negeri pun sekembalinya di Indonesia tidak dapat disentuh berdasarkan UU Terorisme yang ada sekarang ini,” tutur Pria yang berprofesi sebagai advokat ini.
Cak Bikin menuturkan pihaknya melihat otoritas negara yang memiliki kewenangan dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan terorisme juga belum teroordinasi dengan baik. Untuk itu, lanjutnya dalam revisi UU Terorisme harus memastikan terjaminnya fungsi koordinasi antara Polri, TNI, BIN dan BNPT.
“Namun revisi UU Terorisme tidak boleh melampaui batas kewenangan yang dijamin konstitusi. Harus tetap menjunjung tinggi dan menjamin dipenuhi hak-hak dasar terduga teroris ketika sedang dalam proses hukum (due process of law),” tuturnya.
Dikatakannya tidak kalah penting perlu ditegaskan, revisi UU Terorisme juga tidak berarti memberikan kewenangan kepada lembaga intelijen seperti BIN untuk melakukan tindakan polisionil berupa penangkapan. “Biarkan Tugas semacam itu tetap melekat pada institusi Polri,” tegasnya.