JAKARTA- Zaman sekarang marak klaim kebenaran yang dilakukan kelompok tertentu, dengan membid’ahkan kelompok lain di Indonesia. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mengingatkan kembali kepada umat islam tentang kebenaran beragama sejak zaman Rasulullah hingga zaman sekarang.
Kang Said menuturkan kebenaran beragama mengikuti pemegang otoritas agama di zamannya. Siapa pemegang otoritas agama zaman sekarang? Tidak lain adalah ulama.
“Ketika Rasulullah masih hidup, maka standar kebenaran adalah beliau. Setelah Rasulullah wafat, maka standar kebenaran adalah semua sahabat. Setelah sahabat wafat, maka standar kebenaran adalah ilmunya ulama. Al-Quran menjelaskan secara tegas bahwa standar kebenaran setelah Rasulullah dan para sahabat wafat, adalah ilmunya ulama,” jelas Kang Said memberikan sambutan pada peringatan haul KH Syamsudin Sholeh di pondok pesantren Darul Ulum, Cipari, Cilacap, Selasa (17/11).
Kang Said menjelaskan ilmu ulama yang dikenal sebagai ijtihad yang tentunya berdasarkan pada cara-cara yang sudah ditetapkan nabi dan para sahabat. Ijtihad ulama itulah yang dikenal sebagai Ilmu fiqih.
“Seperti perintah sholat dalam Al-Quran disebutkan 64 kali. Namun, dari sekian banyak penyebutan itu, Al-Quran tidak menyebut jumlahnya, kapan, dan bagaimana tata cara pelaksanaannya. Ulama memberikan jawabannya,” tutur Kang Said yang juga Guru Besar Ilmu Tasawuf ini.
Ijtihad ulama yang lain juga dijelaskan Kang Said yakni kodifikasi Al Quran. Ia menuturkan zaman Rasulullah Muhammad SAW, Al-Quran tidak bertitik, tidak berharakat dan berserakan. Kemudian, Ditambahkan Ketum PBNU muncul ulama bernama Imam Abul Aswad Ad-Duali melakukan upaya penyempurnaan kalimat-kalimat dalam Al-Quran soal harakat.
“Kho, titik satu di atas. Jim, titik satu di bawah. Ha, non titik. Sudah ada titiknya, namun masih banyak orang salah membacanya. Datang kemudian Imam Kholil bin Ahmad Al-Farohidi meletakkan nuqoth ‘alal huruf (bubuhkan titik),” kata Kang Said.
Tidak berhenti disitu, Kang Said mengatakan meski sudah ada titik dan harakat, tapi banyak orang yang masih sulit dalam Al-Quran. Maka, Ia menambahkan Imam Abu Ubai Qasim bin Salam menyusun ilmu tajwidi qiroatil quran. Artinya, ia melanjutkan belajar ilmu agama kepada ulama yang mempunyai sanad keilmuan yang menyambung kepada rasulullah.
“Jadi semua ilmu itu bid’ah, karena bukan ajaran Nabi, bukan ajaran sahabat tapi kreativitas ulama. Tapi, kalau baca Al-Quran tidak menyesuaikan dengan kaidah dalam ilmu tajwid, maka tidaklah benar,” tegas ulama asal Cirebon ini.