JAKARTA- Penyelenggaraan haji tahun ini menyisakan duka mendalam karena bencana peristiwa Mina dan jatuhnya crane di Masjidil Haram yang dialami jamaah haji. Hal ini perlu evaluasi agar peristiwa tersebut tidak terulang di musim haji mendatang.
Bencana memang memiliki banyak pintu dan aneka jalan. Ia bisa datang dari arah mana saja, termasuk melalui pintu kesalahan menata ruang.
“Wajah Arab Saudi, terutama sekeliling ka’bah, adalah wajah kesalahan tata ruang tersebut. Puluhan bangunan megah didirikan bukan dalam rangka membantu memperlancar proses ibadah haji, malah justru sebaliknya ia melahirkan sederet masalah, termasuk kelak akan melahirkan banyak bencana, menimbulkan korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya,” ujar Ketua Umum PBNU KH.Said Aqil Siraj saat diskusi forum Tashwirul Afkar di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat(2/10).
Kang Said-sapaan akrab KH.Said Aqil Siraj- menukil sejarahwan Arab Saudi, Ali Al-Jurjawi dalam Hikmatus Tasyri’ wa Falsafatuh mengatakan bahwa esensi ibadah haji adalah menapak tilasi perilaku Nabi Muhammad SAW. Haji berarti menziarahi seluruh momori, kenangan, dan napak tilas perjuangan Muhammad sendiri. “Dan penting untuk dicatat bahwa seluruh perilaku nabi adalah perlaku yang mencermiknkan sikap kesederhanaan dan juga ketawadukan,” imbuh Kang Said.
Kang Said menjelaskan seperti yang diketahui bersama, penghancuran makam Sayyid Imam Uradhi ibn Ja’far As-Shiddiq pada tahun 2002 yang diledakkan dengan menggunakan dinamit. Rumah Sayyidah Khadijah dijadikan toilet umum, dan juga masjid kompleks Hamzah Abdul Mutholib yang dibuldozer pada tahun 1998. Bahkan menurut Irfan Al-Alawi, Executive Director the Islamic Heritage Research Foundation Saudi Arabia, sampai tahun 2011 tercatat kurang lebih 400-an lebih situs-situs bersejarah umat Islam yang dihancurkan.
“Ada dua alasan kuat membentuk Komite Hijaz jilid-2, Pertama, merespon kapitalisasi ibadah haji yang tercermin dalam pembangunan sekitaran area kakbah yang cenderung mereduksi nilai-nilai filosofis ketawadukan ibadah haji. Dan kedua, mendiplomasikan untuk mencegah segala usaha dalam rangka penghancuran artefak sejarah yang ada di Mekkah dan Madinah. Dua hal di atas adalah dua hal utama di samping hal-hal lain semisal perbaikan tata kelola haji dan juga penataan sistem manajemen ibadah haji, tuturnya.
Sementara pembicara lain Syafiq Hasyim mengusulkan PBNU membuat muktamar haji internasional. Di forum NU bisa menyampaikan haji menurut ulama nusantara.
“Muktamar haji internasional bisa menjadi momentum pengejawantahan Komite Hijaz jilid-2 dalam menyikapi penyelenggaraan haji. Indonesia layak jadi tuan rumah karena jamaah haji terbesar di dunia,” tutur Syafiq yang juga dosen Univ.Paramadina.
Dalam diskusi tashwirul afkar kali ini hadir sebagai pembicara Ketua Umum PBNU KH.Said Aqil Siraj, Pengurus Lakpesdam Dadi Darmadi dan Katib Am KH. Yahya Staquf.