JAKARTA- Organisasi kemasyrakatan (Ormas) Islam mengingatkan kembali Presiden RI Joko Widodo akan janjinya menetapkan hari santri nasional (HSN). Salah satunya datang dari Ketua PP Rabithah Ma’hid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMI NU) KH. Abdul Ghoffar Rozien menagih janji Presiden Jokowi saat kampanye untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Pria yang akrab dipanggil Gus Rozien ini mengatakan latar belakang pentingnya Hari Santri Nasional adalah untuk menghormati sejarah perjuangan bangsa ini.
“Langkah Presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI. Kebijakan itu (Penetapan HSN), menguatkan marwah negara,” ujar KH Abdul Ghoffar Rozien dalam rilisnya Jakarta, Rabu (1/10).
Menurut Gus Rozien penetapan hari santri nasional tidak sekedar memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, lanjutnya inilah penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. “Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, Jas Merah!” tegasnya.
Gus Rozien menjelaskan, ada tiga argumentasi pentingnya menjadikan hari santri nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara. Pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari. “Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945,” jelas Gus Rozien.
Kedua, Gus Rozien menambahkan, jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, mulai dari kesepakatan tentang dar as-salam (negara kedamaian) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936. Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Menurutnya pemikiran tersebut merupakan konsep yang luar biasa bagi negara.
Rumusan ketiga, ungkap Gus Rozien, yakni kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para kiai dan santri, lanjutnya selalu berada di garda depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila.
“Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan,” jelas Gus Rozien.
Gus Rozien menegaskan, hari santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. Ini, lanjutnya, wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah sejarah perjuangan para kiai dan santri. “Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi,” tegas Rozien.